Senin, 08 Maret 2010

Melihat dengan Benar

mazmur 16:5 "Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku."

Seorang pendeta ditanyai apa yang menjadi kunci kepuasan hatinya. Ia menjawab, ”Kuncinya terletak pada penggunaan mata secara benar. Dalam keadaan apa pun, saya terlebih dahulu mengangkat kepala, melihat ke surga, dan menyadari bahwa tujuan utama saya di bumi ini adalah untuk kembali ke sana. Kemudian, saya akan melihat ke tanah, dan menyadari betapa kecilnya tempat yang diperlukan untuk menguburkan saya jika saya mati nanti. Lalu, saya akan memandang ke sekeliling, dan mengamati tidak sedikit orang yang dalam berbagai hal lebih menderita dari saya. Dari situ saya belajar letak kebahagiaan yang sejati, akhir dari segala kekhawatiran kita, dan betapa sedikitnya alasan untuk mengeluh.”

Kepuasan hati adalah soal cara pandang dan pola pikir. Menurut kamus Alkitab, kepuasan hati bersumber dari sikap yang sedia membatasi keinginan diri menurut bagian yang ditentukan bagi kita. Tanpa kepuasan, kita akan dirongrong kecemburuan, ketamak an, kekhawatiran. Bukannya mengucap syukur, kita malah mengeluh.

Daud menemukan kepuasan hati dengan menjadikan Tuhan sebagai bagian warisan dan pialanya. Warisan mengacu pada kekekalan yang akan kita nikmati dalam persekutuan dengan Tuhan. Adapun piala mengacu pada pemeliharaan dan penyertaan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Ia puas dengan kebaikan Tuhan—di bumi ini dan di dalam kekekalan.

Kita bisa belajar melihat “ke surga”, “ke tanah”, dan “ke sekeliling”—menyadari kemurahan Tuhan di dalam hidup kita dan mengingat pengharapan kekal yang kita miliki di dalam Dia. Kiranya hal itu memenuhi hati kita dengan rasa syukur dan rasa puas.

KEPUASAN SEJATI TIDAK AKAN KITA TEMUKAN DARI KEADAAN SEKITAR

TETAPI SUATU KARUNIA YANG DILIMPAHKAN DARI SURGA

Save Forest For The Future

Sulit bagi seorang yang penebang kayu yang ada di Hutan untuk menghentikan kegiatan mereka, karena begitu besar keuntungan. Sebuah pengalaman yang saya alami, kebetulan saya tinggal didaerah pedesaan dimana 90% pekerjaan masyarakat disekitar saya hanya menggantungkan hasil ladang dan hasil ternak. Disetiap ladang mereka pasti terdapat sebuah pohon, mungkin jenisnya seperti pohon Jati, pohon Mahoni, dll. Biasanya harga tiap pohon sampai 10 jutaan, mereka menanam sampai berpuluh puluh tahun. Dapat kita bayangkan jika kita menebang pohon yang ada di Hutan berpuluh puluh gelondong kayu yang besar kemudian kita jual. Besar sekali keuntungan yang kita dapatkan, jika kita tiap bulannya hanya menebang 10 pohon maka kita mendapat penghasilan sebesar 100 juta tiap bulannya. Penghasilan tersebut bisa melebihi penghasilan Presiden SBY tiap bulannya, mungkin kita sebagai seorang penebang tersebut, tidak pernah terpikir apa itu kegunaan Hutan yang sebenarnya, faktanya mereka tetap melakukan kegiatan itu karena sebuah keuntungan financial menutupi segalanya, menutupi keindahan alam, dan menutupi rasa empati terhadap korban korban yang diakibatkan kerusakan Hutan baik itu banjir, tanah longsor, dll. Mungkin ini salah satu paparan menurut saya hal tersebut menjadi pandangan seorang penebang Hutan yang selalu mengeksplor terus Hutan.
Banjir saat ini sudah menjadi budaya warga di Jakarta, dan hal tersebut merupakan hal yang sudah terbiasa bagai mereka. Sudah berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah adanya banjir namun hal tersebut selalu gagal, salah satu faktor dimana sekarang sudah tidak ada lagi penghijauan yang ada di Kota kota besar. Satu satunya penghijauan yang sangat besar dimiliki oleh Hutan, jika pusat penghijauan tersebut sudah tidak lagi berfungsi semaksimal maka mungkin banjir akan selalu terjadi di setiap Hujan tiba. Bagi saya belum pernah mengalami banjir, namun saya dapat merasakan bagaimana saudara saudara saya yang menjadi korban banjir. Mereka tidak dapat tidur dengan nyenyak karena lembab, ketersediaan air bersih juga terbatas. Salah satu pengalaman yang saya alami, dimana daerah kampung halaman saya merupakan daerah kekurangan air, apalagi saat musim kemarau tiba, sulit sekali mencari air demikian yang menjadi sikap empati saya terhadap para korban untuk mendapat air bersih. Selain itu akibat damapak kerusakan Hutan adalah adanya tanah longsor, sungguh prihatin sekali terhadap kejadian tanah longsor yang terjadi didaerah ciwidey, dimana puluhan Keluarga terkubur hidup hidup. Sungguh tragis kejadian itu, hal tersebut disebabkan karena dampak adanya banyak bangunan bangunan didaerah puncak, hal tersebut disebabkan karena tidak adanya kesadaran akan alam, mereka hanya memikirkan keuntungan secara material belaka.
Salah satu jalan keluar untuk dapat membuat Hutan kita tetap selalu tersenyum, dan tidak pernah sakit karena kegiatan penebangan hutan, dan pembangunan yang dilakukan di Puncak adalah kesadaran alam disetiap elemen kehidupan tentang alam. hal yang sepele adalah membuang sampah ditempat yang telah disediakan sudah membantu pencegahan bencana. Pemerintah seharusnya menindak tegas terhadap pelanggaran yang merusak hutan, seperti penindakan tegas terhadap kasus Korupsi, membuat aturan dimana penebangan pohon hanya dilakukan oleh pemerintah contohnya dilakukan sweeping terhadap peredaran kayu yang illegal. Sebaiknya harus ada surat seperti STNK (kendaraan bermotor) untuk setiap kayunya, pengolahan kayu hanya dilakukan di tempat yang sudah memiliki izin oleh pemerintah, peraturan lain dimana pemerintah sebaiknya memberikan aturan peredaran kayu seperti peredaran uang dimana uang hanya diproduksi dalam satu tempat, dan memiliki no seri untuk tiap bangunannya. Hal tersebut jika dilaksanakan maka tidak akan lagi illegal logging yang selama ini dilakukan yang berdampak besar sekali terhadap kita semua.

Minggu, 07 Maret 2010

Perbuatan Baik

Galatia 6:10
"Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman."

Dibanding para selebriti Indonesia, nama Agus Bambang Priyanto memang kalah tenar. Namun, majalah Time mendaulatnya menjadi salah satu Asean Heroes tahun 2003, berkat upayanya yang tak kenal lelah memimpin penyelamatan para korban bom Bali; mengangkut korban tewas; membopong mereka yang terluka; mengumpulkan harta milik korban untuk diserahkan kepada keluarga; mengatur lalu lintas ambulans. Bambang bukan petugas. Ia rakyat biasa. Ia melakukan semua itu secara spontan, tanpa diminta.

Untuk menerima penghargaan itu, termasuk hadiah uang ratusan juta, Bambang diundang ke Jepang. Namun, ia menolak pergi. Ia merasa bukan pahlawan. Menurutnya, apa yang ia lakukan adalah sesuatu yang wajar dilakukan setiap orang ketika melihat sesamanya menderita. Tentang uang hadiah, Bambang beralasan, tidak layak menerima hadiah di atas penderitaan orang lain.

Alangkah indahnya hidup bermasyarakat, apabila setiap orang terdorong untuk saling berbuat baik; bukan untuk saling memanfaatkan. Kepada jemaat Galatia Paulus juga menasihatkan agar mereka tidak jemu-jemu berbuat baik (ayat 9). Dengan begitu, mereka telah memenuhi hukum Kristus (ayat 2). Tentu tidak harus dalam peristiwa besar seperti yang dilakukan oleh Agus Bambang Priyanto, tetapi juga bisa dalam kejadian sehari-hari. Kuncinya adalah kepekaan dan ketulusan untuk menolong sesama.

Hari ini, adakah sesama yang membutuhkan perbuatan baik kita; mungkin tetangga sebelah rumah, atau rekan sekerja di kantor, atau siapa saja? Semoga kita tidak membiarkan kesempatan berbuat baik itu berlalu begitu saja.